Re: [fkh91_unair] Fw: Negara Ini Berangkat Dari Kemiskinan, Tapi Sekarang Menjadi Negara Paling Maju
TO: 1 recipient
Show Details
dear Retno, dkk dimanapun berada.
Sungguh menarik sekali apa yang dikirimkan ke milis ini. Berkaca ke pada pembangunan Korsel seperti berkaca kepada pembangunan di NKRI semenjak dibangun dengan pola pembangunan lima tahunan yang kita kenal dengan REpelita. Pembangunan lima tahun ini mempunyai landasan teori yaitu model pembangunan kapitalistik yang dikenal dengan model pembangunan Rostow (J.J. Rostouw). Kelompok pakar ekonomi pembangunan pada saat itu yang dipimpin oleh arsiteknya Prof. Widjodjo Nitisastro, telah meletakkan tahap-tahap dasar pembangunan (REPELITA) dengan Tahap I yaitu 25 tahun pertama dan Tahap II yaitu 25 tahun ke dua.
Keadaan pembangunan pada saat pasca Orde Lama tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara Asia dan Amerika Latin pada umumnya, yaitu ketersediaan modal dalam negeri yang minimal, permasalahan politik, dan pembangunan sosial yang bermasalah. Periode awal pembangunan menekankan pada stabilitas politik, seperti juga disyarakatkan dalam model pembangunan Rostow. Oleh sebab itu, pada zaman Soeharto tidak boleh ada perbedaan pendapat, semua satu kata yaitu mensukseskan pembangunan. Sampai awal tahun 1980an, pembangunan Indonesia "on the track".
Pembangunan selepas tahun 1980an, ternyata tidak lagi murni membangun masyarakat Indonesia secara luas, seperti ungkapan Tritura yang mengamanatkan negara wajib melindungi seluruh NKRI sesuai bunyi UUD 1945. Amanat penderitaan rakyat mulai melenceng dengan pembangunan terkonsentrasi pada pusat-pusat kekuasaan. Bibit kroni, nepotis, dan kolusi, yang berujung merebaknya korupsi tidak terbendung. Pemerintahan Orba singkat kata memprioritaskan model pembangunan "menetes ke bawah" (trickle down effect). Permasalahannya ternyata model pembangunan memusat seperti itu bukannya melahirkan penguatan kelas-kelas masyarakat dibawah, melainkan mewujud menjadi pusat-pusat kelas masyarakat yang borjuis yang didukung oleh kekuasaan, dan sarat KKN.
Sudah bukan rahasia umum afiliasi kelompok Cendana dengan sejumlah pengusaha, istilah kemudian muncul "Ali-Baba". Menunjukkan keterkaitan erat bisnis yang berorientasi keuntungan sesaat dan penumpukan kapital dengan pembangunan negeri ini. Konsekwensinya adalah pembangunan kehilangan spirit kebangsaannya. Yang muncul adalah pragmatisme dan konsumerisme, lagi-lagi semuanya tanpa didukung oleh penguatan dalam pembangunan atau ekses dari pembangunan ekonomi seperti terjadi di negeri-negeri Barat, tetapi akibat pola pendekatan politis yang sangat kental dan tanpa kendali telah menyebabkan lemahnya tujuan-tujuan pembangunan yang sejak awal sebenarnya telah kita miliki (Repelita dan Pembangunan tahap I / II ).
Sebagai akibatnya, negeri ini terjebak dalam lingkaran setan kemunduran. Tidak ada lagi pemikiran untuk membangun industri dasar yang kuat, misalnya agro industri, seperti diungkapkan dalam teori Rostow bahwa sebelum melakukan tinggal landas pembangunan semestinya suatu negara telah memiliki kekuatan minimal dalam bidang agraris/maritim. Apa yang terjadi, sedangkan membuat mesin pemanenan saja untuk onderdil mesin kita masih harus mengimpor. Bangsa ini puas dengan melakukan perakitan, dan menjual sumber daya alam non olahan.
Apa yang kemudian terjadi adalah ketika melompat untuk menuju fase ke dua pembangunan (tinggal landas), pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk take-off karena mesin pembangunan tidak memiliki basis yang mapan untuk menunjang fase tinggal landas (fase kritis). Muncul istilah ketinggalan di landasan. Memang benar, kemudian ketika negara-negara lain tetangga kita di Asia Tenggara (Singapore, Malay, Thai, dll) melangkah menuju tahap pembangunan berikut, negeri ini dan kita lagi-lagi hanya dapat memandang ke atas tanpa berusaha membenahi masalah mendasar yaitu industri utama pembangunan, yaitu pertanian dan kelautan... Kelautan dengan garis pantai 81,000 km merupakan garis pantai terpanjang di dunia ternyata tidak memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan, bandingkan dengan apa yang terjadi di Thai, Korea Selatan, China, dll dalam memanfaatkan SDA laut-nya.
Pembangunan SDM, masih terpusat pada wilayah tertentu dan cenderung selektif, hal ini benang merahnya dapat dirunut dari subjektivitas pembangunan era Orba yang terpusat di wilayah Jawa sementara daerah lain sebagai pendukung. Kesalahan ini sejak era reformasi 1999 dan ditetapkan UU otoda mulai dibenahi. Bantuan pendidikan berlimpah, amanat UU Sisdiknas thn 2003 terkait anggaran pendidikan WAJIB sebesar 20% berkonsekwensi terhadap output namun masih perlu studi lanjutan terkait outcome apalagi benefit dan impact. Perlu waktu untuk melihat efektivitas dari suatu kebijakan.
Kesimpulan saya, apa yang kita lihat saat ini merupakan hasil dari perencanaan pembangunan di masa lalu yang tidak berhasil menetapkan tujuan-tujuan pembangunan dengan tepat. Karena pendekatan teknokratis yang top-down yang telah diterapkan oleh Orde Baru semestinya bukanlah barang haram, apalagi jika melihat di negeri-negeri yg dicontohkan berhasil pada hakikatnya memiliki pendekatan tidak jauh berbeda dengan rezim Orba. Hanya perbedaan adalah konsistensi dan target pembangunan yang objektif dan terukur (bukan lagi besaran perubahan tanpa indikator).
Apa yang kita lihat ke langit ? Pesawat yang terangkat dan melayang, adalah bukan karena keajaiban, tetapi hasil kerja keras seluruh perangkat yang disusun secara teratur. Tidak ada keajaiban dalam pembangunan, yang ada hanya kerja keras, cerdas, dan berkomitmen. Negeri ini butuh Anda dan saya. Semoga hidup kita baktikan demi kemajuan bangsa dan tanah air !!
salam dari kampus merah Tamalanrea,
JS
Senin, 02 Mei 2011
Sabtu, 30 April 2011
Menjelang akhir semester ke-2
Hari Senin besok, kami akan memasuki semester 3, perkuliahan semester 2 dilewatkan dengan bertambahnya pengetahuan tentang perencanaan dan penyusunan anggaran. Ternyata banyak masalah berkaitan dengan pembangunan dan penganggaran pemerintahan daerah.
Barangkali lebih kompleks dibandingkan apa yang terjadi di pusat ?
Barangkali lebih kompleks dibandingkan apa yang terjadi di pusat ?
Langganan:
Postingan (Atom)